JAMBI EKSPRES:
Listrik Tenaga Panas Bumi
P RADITYA MAHENDRA YASA
Buruh tani merawat tanaman kentang yang berada di sekitar instalasi energi panas bumi milik PT Geo Dipa di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (14/10). Energi panas bumi atau geothermal yang berkapasitas 60 Megawatt (MW) tersebut telah terhubung dengan sistem jaringan interkoneksi Jawa-Bali-Madura. Sedangkan potensi energi panas bumi di Indonesia mencapai 27.000 megawatt. KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak perusahaan PT Pertamina (Persero), memerlukan dua miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 18 triliun untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia dengan kapasitas terpasang 1.000 Megawatt.
"Sumber dana itu pinjaman dari Inggris, Prancis, Jerman, Jepang, dan Bank Dunia, dengan target penambahan pasokan listrik sebesar 1.000 Mega Watt pada tahun 2014," kata Direktur Utama PGE Abadi Poernomo usai acara Pertamina membantu masyarakat di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Minggu (22/8/2010) sore.
Ia menjelaskan, dalam waktu dekat pembangkit listrik panas bumi yang akan segera digarap yaitu Karaha Bodas dengan kapasitas 30 Megawatt, selanjutnya akan dibangun juga di berbagai sumber panas bumi yang sudah ada yaitu Lahendong di Sulawesi Utara, Sibayak, Ulubelu di Lampung, Lumutbalai, Hululais, Kotamubagu, dan Sungai Penuh di Jambi.
Menurut dia, dengan adanya Kepmen ESDM nomor 32/2010, harga jual listrik dari PLTP ke PLN dipatok sebesar 9,7 sen per KWH maka pembangunan PLTP itu sudah sangat layak.
Masalahnya menurut dia, adalah jangkauan jaringan dari PLN untuk mencapai titik-titik PLTP yang letaknya tidak bisa terlalu jauh dari sumber panas bumi yang ada, serta belum adanya interkoneksi di seluruh Sumatra dan pulau lainnya, serta interkoneksi Jawa-Sumatra.
"Kita akan lihat dulu mana yang memungkinkan bisa digarap lebih dulu, karena listrik yang dihasilkan juga harus disalurkan," katanya.
Salah satu kendala pengembangan panas bumi, menurut dia, adalah kendala tumpang tindih penggunaan lahan karena hampir 60 persen cadangan panas bumi Pertamina Geothermal berada di hutan konservasi yang menurut Undang-Undang hutan konservasi tidak bisa diganggu.
Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak perusahaan PT Pertamina (Persero), berdiri sejak tahun 2006 telah diamanatkan oleh pemerintah untuk mengembangkan 15 Wilayah Kerja Pengusahaan Geothermal di Indonesia.
Ia mengatakan, perusahaan yang menyediakan energy tanpa polusi ini, 90% sahamnya dimiliki oleh PT Pertamina (Persero) dan 10% dimiliki oleh PT Pertamina Dana Ventura.
Saat ini Pertamina memiliki hak pengelolaan atas 15 Wilayah Kerja Pengusahaan (WKP) geothermal dengan total potensi 8.480 MW setara dengan 4.392 MMBOE.
Dari 15 WKP tersebut, 10 WKP dikelola sendiri oleh PT PGE, yaitu (1) kamojang: 200 MW, (2) Lahendong: 60 MW, (3) Sibayak: 12 MW, (4) Ulubelu, (5) Lumutbalai, (6) Hululais, (7) Kotamubagu, (8) Sungai Penuh dan (9) Iyang Argopuro dan (10) Karahabodas.
Tiga area diantaranya telah berproduksi dengan total kapasitas 272 MW setara dengan 12.900 BOEPD. Sisanya yang dikelola bersama mitra berproduksi dengan total 922 MW.
"Sumber dana itu pinjaman dari Inggris, Prancis, Jerman, Jepang, dan Bank Dunia, dengan target penambahan pasokan listrik sebesar 1.000 Mega Watt pada tahun 2014.
Ia menjelaskan, dalam waktu dekat pembangkit listrik panas bumi yang akan segera digarap yaitu Karaha Bodas dengan kapasitas 30 Megawatt, selanjutnya akan dibangun juga di berbagai sumber panas bumi yang sudah ada yaitu Lahendong di Sulawesi Utara, Sibayak, Ulubelu di Lampung, Lumutbalai, Hululais, Kotamubagu, dan Sungai Penuh di Jambi.
Menurut dia, dengan adanya Kepmen ESDM nomor 32/2010, harga jual listrik dari PLTP ke PLN dipatok sebesar 9,7 sen per KWH maka pembangunan PLTP itu sudah sangat layak.
Masalahnya menurut dia, adalah jangkauan jaringan dari PLN untuk mencapai titik-titik PLTP yang letaknya tidak bisa terlalu jauh dari sumber panas bumi yang ada, serta belum adanya interkoneksi di seluruh Sumatra dan pulau lainnya, serta interkoneksi Jawa-Sumatra.
"Kita akan lihat dulu mana yang memungkinkan bisa digarap lebih dulu, karena listrik yang dihasilkan juga harus disalurkan," katanya.
Salah satu kendala pengembangan panas bumi, menurut dia, adalah kendala tumpang tindih penggunaan lahan karena hampir 60 persen cadangan panas bumi Pertamina Geothermal berada di hutan konservasi yang menurut Undang-Undang hutan konservasi tidak bisa diganggu.
Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak perusahaan PT Pertamina (Persero), berdiri sejak tahun 2006 telah diamanatkan oleh pemerintah untuk mengembangkan 15 Wilayah Kerja Pengusahaan Geothermal di Indonesia.
Ia mengatakan, perusahaan yang menyediakan energy tanpa polusi ini, 90% sahamnya dimiliki oleh PT Pertamina (Persero) dan 10% dimiliki oleh PT Pertamina Dana Ventura.
Saat ini Pertamina memiliki hak pengelolaan atas 15 Wilayah Kerja Pengusahaan (WKP) geothermal dengan total potensi 8.480 MW setara dengan 4.392 MMBOE.
Dari 15 WKP tersebut, 10 WKP dikelola sendiri oleh PT PGE, yaitu (1) kamojang: 200 MW, (2) Lahendong: 60 MW, (3) Sibayak: 12 MW, (4) Ulubelu, (5) Lumutbalai, (6) Hululais, (7) Kotamubagu, (8) Sungai Penuh dan (9) Iyang Argopuro dan (10) Karahabodas.
Tiga area diantaranya telah berproduksi dengan total kapasitas 272 MW setara dengan 12.900 BOEPD. Sisanya yang dikelola bersama mitra berproduksi dengan total 922 MW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar