HBA
TRANSKRIPSI
KETERANGAN PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MENGENAI
PENUNDAAN KUNJUNGAN KENEGARAAN KE NEGERI BELANDA
DI BANDARA HALIM PERDANAKUSUMA, JAKARTA
TANGGAL 5 OKTOBER 2010
Bismillahirrahmanirrahim,
Saudara-saudara,
Saya ingin memberikan penjelasan berkaitan dengan permasalahan rencana kunjungan saya bersama delegasi ke negeri Belanda. Sebagaimana saudara ketahui bahwa pemerintah, dalam hal ini Kantor Presiden, merencanakan kunjungan ke negara-negara sahabat setiap tahunnya. Karena tentu tidak boleh saya terlalu sering berkunjung ke luar negeri, juga untuk konsentrasi di dalam negeri, sekaligus penghematan biaya perjalanan. Maka setiap tahun kita rancang dan kita tetapkan jumlah kunjungan, serta kunjungan untuk menghadiri apa, dan ke negara mana.
Yang wajib diikuti oleh Presiden Indonesia adalah pertemuan puncak-pertemuan puncak, utamanya dua kali pertemuan puncak ASEAN, dua kali pertemuan puncak G20, dan satu kali pertemuan puncak APEC. Sedangkan pertemuan puncak yang lain, meskipun itu lazimnya dihadiri oleh kepala pemerintahan negara-negara lain, saya memutuskan untuk tidak selalu hadir. Demikian juga kunjungan-kunjungan bilateral kita batasi: mana yang memiliki urgensi yang paling tinggi, dan juga mempertimbangkan asas resiprosikal, dalam arti saling kunjung di antara para pemimpin dunia.
Saudara juga mengikuti, karena tidak terjadwal dalam kunjungan tahun ini, saya, meskipun tentu ada aspek psikologis dan resiko diplomasi yang saya ambil, tidak bisa hadir misalnya dalam pertemuan puncak APEC yang hari ini dilaksanakan di Brussel. Sebelumnya ada pertemuan puncak US-ASEAN Summit yang dilaksanakan di New York, ada pertemuan G15, juga summit dilaksanakan di Iran; dan sebelumnya ada pertemuan G8. Juga tingkat kepala pemerintahan, yang dilaksanakan di Nigeria dan ada pertemuan nuklir sedunia yang dilaksanakan di Washington, DC.
Sedangkan yang tidak saya rencanakan pada tahun 2010 ini, tetapi saya laksanakan adalah kunjungan dua hari saya ke Norwegia, karena ada urgensinya di mana Indonesia dijadikan co-chair dalam pertemuan internasional untuk memastikan bantuan kepada negara pemilik utang terjadi, dan dalam Copenhagen Accord. Itu usulan ataupun kontribusi dari Indonesia, dan saudara juga ketahui, dalam pertemuan yang tidak dirancang yang saya harus hadir di Oslo itu, ada kontribusi hibah sampai dengan US$1 miliar, dalam bentuk kerja sama Norwegia-Indonesia dalam pemeliharaan hutan Indonesia.
Kunjungan saya ke negeri Belanda ini sesungguhnya salah satu yang telah kami rencanakan, karena sebenarnya tahun 2007 sudah pernah kita jadwalkan, 2008 juga pernah kita rencanakan, tetapi tidak bisa dilaksanakan. Maka, harapan kita sebenarnya tahun ini, sekarang ini saya bisa berkunjung ke negeri Belanda, yang juga memiliki agenda yang kongkrit: peningkatan kerja sama di bidang ekonomi, utamanya investasi, perdagangan, dan pariwisata yang juga memiliki perkembangan yang baik; kemudian kerja sama di bidang pendidikan; juga kerja sama di bidang lingkungan hidup serta pertanian. Pendek kata, ada agenda yang kongkrit, yang tentu sangat bermanfaat bagi kedua negara: Belanda dan Indonesia.
Tetapi, saya harus mengatakan, justru pada jam-jam terakhir sebelum rombongan saya bertolak ke negeri Belanda, ada perkembangan situasi di Belanda, yang mengharuskan saya untuk mengambil sikap, dan kemudian mengambil keputusan yang tentunya demi kepentingan kita. Singkatnya adalah hari-hari terakhir itu ada semacam pergerakan di Den Haag, yang di dalamnya ada yang mengajukan tuntutan ke pengadilan di Den Haag untuk mempersoalkan masalah HAM di Indonesia, dan bahkan meminta kepada pengadilan untuk menangkap Presiden Indonesia pada saat berkunjung ke Belanda, sekarang-sekarang ini. Yang menuntut: ada warga negara Belanda, tapi juga ada organisasi, termasuk yang menamakan dirinya RMS.
Bagi saya, kalau ada kepala negara berkunjung ke negara lain, ada yang berunjuk rasa, itu biasa. Bagi saya, kalau ada kepala negara berkunjung ke negara lain, termasuk saya, ada ancaman-ancaman keamanan misalnya, itu biasa. Tidak boleh surut kalau ancaman atau persoalannya seperti itu. Tetapi, yang tidak bisa saya terima adalah, ketika Presiden Republik Indonesia berkunjung ke Den Haag, ke Belanda atas undangan Ratu Belanda dan juga Perdana Menteri Belanda, pada saat itulah, pada saat kunjungan, digelar sebuah pengadilan yang antara lain untuk memutus tuntutan ditangkapnya Presiden Republik Indonesia. Ini kan berkaitan dengan RMS, berkaitan dengan isu-isu politik seperti itu.
Tetapi, kalau tetap saya lakukan kunjungan ke negeri Belanda, justru akan menimbulkan salah persepsi, salah pengertian, dan situasi psikologis yang tidak baik. Saya tidak ingin justru hubungan baik dengan negara manapun, termasuk negara Belanda yang dalam perkembangannya justru makin meningkat kerja samanya, diganggu dengan situasi psikologi seperti ini.
Bagi Indonesia, bagi saya, kalau sampai seperti itu, digelar pengadilan pada saat saya berkunjung ke sana, itu menyangkut harga diri kita sebagai bangsa, menyangkut kehormatan kita sebagai bangsa. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk menunda kunjungan, dan saya akan mengirim surat kepada Perdana Menteri Belanda, mengapa kunjungan ini saya tunda, dan sampai situasinya jernih, tidak menimbulkan salah paham bagi rakyat Indonesia, karena niat kita sesungguhnya ingin meningkatkan kerja sama.
Saya tahu bahwa pengadilan adalah pengadilan, tetapi ini bukan pengadilan biasa, bukan kejahatan, menyangkut harga diri bangsa Indonesia, dan saya berharap mestinya kunjungan seperti ini tidak diganggu oleh sebuah atau oleh kegiatan seperti itu yang tentunya sangat kontraproduktif dan bisa menimbulkan salah terima dari bangsa kita, bangsa Indonesia.
Kapan kunjungannya, kita lihat perkembangannya sampai semuanya clear, semuanya jernih, semuanya tepat, sehingga justru kunjungan itu berhasil untuk meningkatkan kerja sama kita.
Itulah, saudara-saudara, yang dapat saya sampaikan. Saya menyampaikan apa adanya, karena saya harus menjelaskan kepada rakyat Indonesia tentang duduk persoalan yang sesungguhnya.
Terima kasih atas perhatian Anda.
Selamat sore.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar