Transportasi Ibu Kota
Kemacetan panjang terjadi seusai hujan deras di ruas Jalan Kapten Tendean, Mampang menuju Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (21/9/2010). Sempitnya badan jalan dan terjadinya banjir membuat kemacetan tak terhindarkan.
- Berdasarkan data Polda Metro Jaya, hingga Mei lalu, jumlah perjalanan di Jakarta mencapai 20,7 juta perjalanan per hari. Adapun jumlah kendaraan bermotor di DKI pada tahun 2009 lalu mencapai 6,5 juta unit. Tahun ini, jumlah kendaraan mencapai 11 juta unit terdiri dari, 3 juta unit kendaraan bermotor roda empat dan 8 juta unit kendaraan bermotor roda dua.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Azas Tigor Nainggolan mengatakan, melihat fakta itu, tidak logis jika beban kemacetan hanya dilemparkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saja. Sebab, kata Tigor, Jakarta merupakan Ibu Kota negara yang harus juga mendapat perhatian dari pemerintah pusat, karena seluruh kegiatan pemerintahan, bisnis dan ekonomi bergerak cepat di kota ini.
“Melihat makin beratnya kualitas kemacetan di Jakarta, maka diperlukan langkah sistematis dan menyeluruh dalam mengupayakan penyelesaian kemacetan. Seperti diperlukan kebijakan terintegrasi sebagai alat bantu strategis dengan melibatkan warga dan pemerintah pusat,” ujar Tigor ditemui dalam Dialog Publik Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) di Jakarta, Senin (11/10/2010).
Salah satu rekomendasi yang telah diberikan DTKJ kepada Pemprov DKI, dikatakan Tigor, yakni pemberlakukan zonasi parkir sebagai salah satu instrumen mengurai kemacetan di Jakarta.
Selama ini, DTKJ telah melakukan kajian terhadap kemacetan di Ibu Kota. Salah satu program yang kemungkinan besar paling cepat dapat dijalankan, yaitu perbaikan sistem menajemen parkir sebagai bagian dari transportasi.
“Parkir merupakan program yang paling cepat dijalankan karena regulasinya sudah ada. Kami harus menerapkan manajemen parkir yang baik untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Khususnya manajemen parkir on street,” jelasnya.
Kepala Incubator Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang juga menjadi anggota DTKJ, Bambang Pujantio menegaskan, DTKJ juga sudah melaksanakan kajian integrasi transportasi di Jakarta yang berbasis rel.
Menurutnya, angkutan umum massal yang harus diterapkan di DKI yaitu angkutan yang harus mempunyai kapasitas angkut besar, setara dengan mobil pribadi, biaya terjangkau dan berdampak positif terhadap lingkungan.
“Angkutan umum seperti itu umumnya dipunyai angkutan kereta. Di Jakarta sudah ada angkutan umum kereta api, tapi belum di dukung dengan angkutan umum bus,” kata Bambang.
Dia membandingkan, kota besar seperti Shanghai, Osaka, Madrid, Moskow, dan Berlin yang telah memililki angkutan umum berbasis kereta dengan transportasi pendukung bus-bus yang mempunyai jadwal pasti dan terintegrasi dengan jadwal kereta api.
Belajar dari hal itu, DTKJ telah membuat kajian, jalur-jalur bus termasuk busway harus terintegrasi ke stasiun sehingga membantu warga dengan mudah mencapai stasiun.
“Kami sudah buat metodenya seperti jaringan laba-laba,” ujarnya.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Azas Tigor Nainggolan mengatakan, melihat fakta itu, tidak logis jika beban kemacetan hanya dilemparkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saja. Sebab, kata Tigor, Jakarta merupakan Ibu Kota negara yang harus juga mendapat perhatian dari pemerintah pusat, karena seluruh kegiatan pemerintahan, bisnis dan ekonomi bergerak cepat di kota ini.
“Melihat makin beratnya kualitas kemacetan di Jakarta, maka diperlukan langkah sistematis dan menyeluruh dalam mengupayakan penyelesaian kemacetan. Seperti diperlukan kebijakan terintegrasi sebagai alat bantu strategis dengan melibatkan warga dan pemerintah pusat,” ujar Tigor ditemui dalam Dialog Publik Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) di Jakarta, Senin (11/10/2010).
Salah satu rekomendasi yang telah diberikan DTKJ kepada Pemprov DKI, dikatakan Tigor, yakni pemberlakukan zonasi parkir sebagai salah satu instrumen mengurai kemacetan di Jakarta.
Selama ini, DTKJ telah melakukan kajian terhadap kemacetan di Ibu Kota. Salah satu program yang kemungkinan besar paling cepat dapat dijalankan, yaitu perbaikan sistem menajemen parkir sebagai bagian dari transportasi.
“Parkir merupakan program yang paling cepat dijalankan karena regulasinya sudah ada. Kami harus menerapkan manajemen parkir yang baik untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Khususnya manajemen parkir on street,” jelasnya.
Kepala Incubator Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang juga menjadi anggota DTKJ, Bambang Pujantio menegaskan, DTKJ juga sudah melaksanakan kajian integrasi transportasi di Jakarta yang berbasis rel.
Menurutnya, angkutan umum massal yang harus diterapkan di DKI yaitu angkutan yang harus mempunyai kapasitas angkut besar, setara dengan mobil pribadi, biaya terjangkau dan berdampak positif terhadap lingkungan.
“Angkutan umum seperti itu umumnya dipunyai angkutan kereta. Di Jakarta sudah ada angkutan umum kereta api, tapi belum di dukung dengan angkutan umum bus,” kata Bambang.
Dia membandingkan, kota besar seperti Shanghai, Osaka, Madrid, Moskow, dan Berlin yang telah memililki angkutan umum berbasis kereta dengan transportasi pendukung bus-bus yang mempunyai jadwal pasti dan terintegrasi dengan jadwal kereta api.
Belajar dari hal itu, DTKJ telah membuat kajian, jalur-jalur bus termasuk busway harus terintegrasi ke stasiun sehingga membantu warga dengan mudah mencapai stasiun.
“Kami sudah buat metodenya seperti jaringan laba-laba,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar