Kerusakan sekitar 60 kilometer ruas jalan nasional Pauh - Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, Jambi sedang diperbaiki ketika Komisi V DPR meninjau jalan tersebut baru-baru ini. Kerusakan jalan yang menghubungkan Kota Jambi dengan Sungaipenuh, Kerinci itu sudah berlangsung belasan tahun.
afsu besar, tenaga kurang. Istilah ini agaknya cukup pas digunakan menilai perjuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi membangun jalan dan jembatan 10 tahun terakhir.
Pembangunan jalan dan jembatan bernilai ratusan miliar rupiah yang dilaksanakan pemprov akhirnya kandas.
Beberapa proyek pembangunan jalan dan jembatan terbengkalai. Sebagian proyek pembangunan jalan hanya dikerjakan ala kadarnya alias secara tambal sulam, sehingga kerusakan jalan tak pernah tuntas diperbaiki.
Sejuta problem pembangunan jalan dan jembatan di Provinsi Jambi itu terungkap ketika Komisi V DPR dipimpin H Muhidin Muhammad Said meninjau proyek pembangunan jalan dan jembatan di Jambi. Salah satu ruas jalan nasional yang dtinjau, yakni ruas jalan Pauh - Mandiangin - Kota Sarolangun, Kabupaten Sarolangun. Sekitar 60 kilometer (km) ruas jalan nasional, belasan tahun rusak dan hingga kini belum tuntas diperbaiki.
Ketua Komisi V DPR Muhidin Muhammad Said mengatakan, kondisi jalan Pauh - Mandiangin - Sarolangun tersebut sangat memprihatinkan. Kerusakan jalan itu ternyata sudah lama tak diperbaiki.
Ketertinggalan perbaikan kerusakan jalan nasional itu sangat disayangkan. Ruas jalan itu merupakan urat nadi perekonomian yang menghubungkan pusat perdagangan Kota Jambi dengan sentra produksi pangan, sayur-mayur, dan buah-buahan, seperti Kabupaten Kerinci, Merangin, dan Sarolangun. Ruas jalan tersebut juga merupakan jalur utama angkutan penumpang Kerinci - Kota Jambi.
Membuka Isolasi
Proyek pembangunan infrastruktur yang dinilai Komisi V DPR penting membuka isolasi daerah tertinggal di Jambi, namun masih terbengkalai, yakni pembangunan jembatan batanghari II. Jembatan yang mulai dibangun tahun 2003 sekitar Rp 94 miliar. Penyelesaian ditargetkan 760 hari dan masa pemeliharaan 120 hari. Dananya disediakan secara keroyokan, antara pemerintah pusat, pemprov, Pemerintah Kota Jambi, Pemerintah Kabupaten Muarojambi dan Tanjungjabung Timur.
Pembangunan jembatan sepanjang 1,3 km dengan lebar 11 meter untuk mengantisipasi kerusakan Jembatan Aur Duri (Batanghari I) yang sudah tua. Kemudian, pembangunan jembatan itu juga diproyeksikan membuka keterisolasian wilayah timur Jambi, khususnya Muarojambi dan Tanjungjabung Timur.
Setelah menghabiskan dan sekitar Rp 161 miliar, jembatan tersebut belum rampung. Melihat ketertinggalan pembangunan jalan dan jembatan tersebut, Muhidin akan memperjuangkan penambahan dana proyek pekerjaan umum untuk Jambi di tingkat pemerintahan pusat.
Terbengkalainya beberapa pembangunan infrastruktur di Jambi, baik jalan, jembatan, maupun pelabuhan tidak bisa diabaikan. Persoalannya, sebagian besar proyek itu sangat penting mempermudah akses sentra produksi di daerah tertinggal ke pusat perdagangan Kota Jambi dan Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum).
Hal senada juga diakui anggota Komisi V DPR asal Provinsi Jambi, H Bakri. Keluhan kesulitan dana yang menyebabkan terbengkelainya banyak proyek pembangunan jalan dan jembatan di Jambi cukup masuk akal bagi anggota Komisi V DPR setelah melihat langsung realisasi proyek di lapangan.
Komisi V DPR akan memperjuangkan anggaran dari pemerintah pusat untuk menambah dana pembangunan jalan dan jembatan di Jambi. Diharapkan, tambahan anggaran pembangunan jalan dan jembatan untuk Jambi sudah masuk dalam APBN 2010.
"Saya kira kawan-kawan di Komisi V DPR akan membantu karena telah melihat langsung kondisi jalan dan jembatan di Jambi. Pemprov telah berusaha menyediakan dana untuk membangun jalan tersebut," katanya.
Minim Dana
Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin mengatakan, banyaknya jalan rusak di Jambi yang tidak bisa tuntas diperbaiki akibat minimnya dana. Bertambahnya ruas jalan nasional yang rusak akibat meningkatnya truk bertonase berat melewati jalan ini.
Daya dukung jalan di Provinsi Jambi saat ini klasifikasi III A. Jalan hanya layak dilalui kendaraan dengan berat delapan ton muatan sumbu terberat (MST). Kendaraan angkutan yang melebihi delapan ton MST tentu tidak dibolehkan melalui jalan tersebut.
"Kenyataannya, banyak angkutan barang yang membawa hasil tambang dan hasil perkebunan melewati jalan di Provinsi Jambi dengan muatan melebihi delapan ton MST. Kelebihan muatan truk pengangkut batu bara yang kadang mencapai 30 ton menjadi penyebab utama kerusakan jalan Muarabungo - Tebo - Batanghari seperti sekarang," katanya.
Kepala Sub Dinas Prasarana Wilayah dan Tata Ruang, Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Provinsi Jambi Benhard Panjaitan mengatakan, kerusakan jalan nasional di Jambi hingga saat ini mencapai 100 km dari sepanjang 820,4 km ruas jalan nasional di daerah tersebut.
Kemudian jalan provinsi di Jambi yang mengalami rusak berat mencapai 322,8 km atau sekitar 20,6 persen dari sepanjang 1.566 km ruas jalan provinsi. Ruas jalan yang rusak ringan sekitar 283 km (10 persen), ruas jalan berkualitas sedang sekitar 537 km (34,3 persen) dan ruas jalan berkualitas baik sekitar 283,7 km (26,9 persen).
Dikatakan, kebutuhan dana ideal untuk pemeliharaan, perbaikan dan peningkatan kualitas jalan nasional di Jambi minimal Rp 1,5 miliar per km. Berarti dana yang diperlukan meningkatkan kualitas jalan negara sekitar 2.387 km di Jambi idealnya Rp 823 miliar dan minimal sekitar Rp 317 miliar. Jika dana sebesar itu tidak tersedia, jalan akan tetap banyak yang rusak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar