UTANG PEMERINTAH CAPAI RP. 1627 TRILIUN
JAMBI EKSPRES:
Aksi teatrikal aktivis Koalisi Anti Utang di Bundaran Hotel Indonesia (HI) di Jakarta. Utang pemerintah pada akhir Juli 2010 mencapai Rp 1.627 triliun. Dilihat dari instrumennya, total utang pemerintah dapat dibagi atas Surat Berharga Negara sebesar Rp 1.044 triliun (64 persen) dan pinjaman sebesar Rp 583 triliun (36 persen).
Demikian jawaban tertulis pemerintah atas Pandangan Umum Fraksi-fraksi DPR RI atas RUU APBN 2011 beserta Nota Keuangannya yang diwakili Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo dalam rapat Paripurna di gedung DPR/MPR RI Jakarta, Selasa (31/8/2010).
"Jika dilihat dari sisi nilai tukarnya, maka profil utang pemerintah dapat dibagi atas utang dalam mata uang rupiah Rp 890 triliun (55 persen) dan utang dalam valuta asing Rp 737 triliun (45 persen)," tutur Menkeu.
Sementara itu, dari sisi persebaran jatuh tempo, sebesar Rp 518 triliun (32 persen) akan jatuh tempo antara tahun 2011-2015 (sampai dengan 5 tahun), sebesar Rp 424 triliun (26 persen) akan jatuh tempo antara tahun 2016 dan 2020 (antara 5-10 tahun). Selebihnya, Rp 685 triliun (42 persen), akan jatuh tempo antara tahun 2021 dan 2041.
Dijelaskan, pemerintah menggunakan utang sebagai sumber pembiayaan setelah sumber pembiayaan lain tidak dapat digunakan. "Kami mengupayakan pengadaan/penerbitan utang dengan biaya relatif rendah untuk kurangi beban utang di masa akan datang," paparnya.
Selain itu, pemerintah melakukan pemrofilan ulang utang untuk mengurangi risiko gagal bayar dan dalam rangka menurunkan beban fiskal untuk jangka pendek.
Pemerintah juga melakukan pembiayaan utang yang jatuh tempo dengan penerbitan utang baru dengan tingkat bunga lebih murah untuk mengurangi beban pembayaran utang jangka pendek.
"Kami terus mengurangi ketergantungan terhadap utang dengan mengurangi peranan beban pinjaman yang dicerminkan dengan rasio utang terhadap PDB," papar Menkeu.
Demikian jawaban tertulis pemerintah atas Pandangan Umum Fraksi-fraksi DPR RI atas RUU APBN 2011 beserta Nota Keuangannya yang diwakili Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo dalam rapat Paripurna di gedung DPR/MPR RI Jakarta, Selasa (31/8/2010).
"Jika dilihat dari sisi nilai tukarnya, maka profil utang pemerintah dapat dibagi atas utang dalam mata uang rupiah Rp 890 triliun (55 persen) dan utang dalam valuta asing Rp 737 triliun (45 persen)," tutur Menkeu.
Sementara itu, dari sisi persebaran jatuh tempo, sebesar Rp 518 triliun (32 persen) akan jatuh tempo antara tahun 2011-2015 (sampai dengan 5 tahun), sebesar Rp 424 triliun (26 persen) akan jatuh tempo antara tahun 2016 dan 2020 (antara 5-10 tahun). Selebihnya, Rp 685 triliun (42 persen), akan jatuh tempo antara tahun 2021 dan 2041.
Dijelaskan, pemerintah menggunakan utang sebagai sumber pembiayaan setelah sumber pembiayaan lain tidak dapat digunakan. "Kami mengupayakan pengadaan/penerbitan utang dengan biaya relatif rendah untuk kurangi beban utang di masa akan datang," paparnya.
Selain itu, pemerintah melakukan pemrofilan ulang utang untuk mengurangi risiko gagal bayar dan dalam rangka menurunkan beban fiskal untuk jangka pendek.
Pemerintah juga melakukan pembiayaan utang yang jatuh tempo dengan penerbitan utang baru dengan tingkat bunga lebih murah untuk mengurangi beban pembayaran utang jangka pendek.
"Kami terus mengurangi ketergantungan terhadap utang dengan mengurangi peranan beban pinjaman yang dicerminkan dengan rasio utang terhadap PDB," papar Menkeu.
Hutang dengan 2 jenis mata uang membuat kita sulit. Rupiah menguat, mabok mbayar hutang rupiah. Mata uang asing menguat, mabok juga mbayar hutang mata uang asing. Kejepit?????????????
BalasHapus