Puncak Merapi Berubah Bentuk--Kondisi puncak Gunung Merapi pascaletusan beberapi kali mengalami perubahan seperti terlihat dari Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Klaten, Minggu (31/10). Erupsi beberapa kali membuat tumpukan material vulkanik di puncak gunung luruh dan membentuk rekahan lebar tempat keluarnya lava.
Gunung Merapi kini memiliki kawah besar di puncaknya, dan diperkirakan berdiameter 400 meter, setelah terjadi letusan pada 4 November 2010. Badan Geologi memperkirakan telah terbentuk kawah dengan diameter 400 meter di puncak Merapi pascaletusan besar pada 4 November 2010.
"Pascaletusan 26 Oktober 2010, telah terbentuk kawah 200 meter di puncak gunung, tetapi karena letusan pada awal November itu diperkirakan 10 kali lebih besar dibandingkan dengan 26 Oktober lalu, maka kawah yang terbentuk juga diperkirakan lebih besar hingga dua kali lipat," kata Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukhyar, di kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Sabtu (6/11/2010).
Berdasarkan pengamatan di lapangan, endapan awan panas bisa mencapai jarak 12 km di Kali Boyong dengan ketebalan hingga 10 meter. Oleh karena itu, lanjut dia, ancaman Gunung Merapi tidak hanya awan panas tetapi juga banjir lahar apalagi saat terkena hujan yang cukup lebat di lereng gunung.
Sejumlah alur sungai yang perlu dihindari adalah Kali Woro, Kali Gendol, Kali Kuning, Kali Boyong, Kali Bedog, Kali Krasak, Kali Bebeng, Kali Sat, Kali Lamat, Kali Krasak, Kali Senowo, Kali Trising dan Kali Apu. Saat ini, lanjut dia, BPPTK masih mengusahakan untuk menambah alat pemantauan di tiga titik menggantikan tiga seismometer yang rusak karena terkena letusan Gunung Merapi.
"Saat terjadi erupsi, gas akan dihasilkan oleh gunung seperti karbon dioksida atau belerang, tetapi gas tersebut hanya akan terkonsentrasi di sekitar puncak. Kalau sudah terendapkan lama, gas-gas itu akan hilang dengan sendirinya," ujarnya.
Menurut dia, Gunung Merapi hingga kini masih menyemburkan awan panas, sedangkan aktivitas kegempaan sejak Jumat (5/11/2010) pukul 00.00 WIB hingga Sabtu pukul 00.00 WIB nihil, baik gempa vulkanik, gempa "multiphase" (MP), dan frekuensi rendah. Absennya jenis-jenis gempa tersebut digantikan munculnya gempa tremor dan gempa guguran yang berlangsung secara berkesinambungan.
Dari pengamatan visual, petugas di semua pos pengamatan Gunung Merapi melaporkan sejak Jumat pukul 19:00 WIB hingga Sabtu pukul 00.00 Merapi tertutup kabut. Mereka hanya mampu mendengar suara gemuruh dari puncak Merapi. Suara tersebut terdengar jelas dari jarak lebih dari 20 km.
Aktivitas Merapi masih berintensitas tinggi. Oleh karena itu, status masih tetap dipertahankan pada level IV atau "Awas Merapi dan Awas lahar". Wilayah aman bagi pengungsi masih berada di luar radius 20 km dari puncak gunung.
Tipe kombinasi
Letusan Gunung Merapi yang sering terjadi adalah tipe letusan kombinasi Piropilastika, yakni letusan gunung yang memuntahkan materi vulkanik dan awan panas yaitu kerikil maupun pasir halus, kata pakar geologi dari Universitas Pembangunan Nasional ’Veteran’ Yogyakarta Sari Bahagiarti, di Yogyakarta, Sabtu.
Diminta komentarnya tentang letusan Merapi, ia mengatakan letusan Gunung Merapi kali ini hampir sama dengan letusan pada 1930. "Berdasarkan catatan sejarah di tata dasar gunung api, letusan pada 1930 merupakan letusan yang paling besar yang menewaskan 300 jiwa dengan jarak luncur awan panas atau ’wedus gembel’ mencapai 12 kilometer dan itu merupakan jarak luncur paling jauh," katanya.
Menurut dia, aktivitas Gunung Merapi saat ini sangat aneh dan sulit untuk diprediksi kemana arahnya, namun yang jelas arah luncur awan panas menyesuikan dengan jalurnya yakni pada alur lembah. Ia mengatakan aktivitas Gunung Merapi ini juga dapat mengalami kenaikan maupun penurunan sesuai dengan faktor lingkungan yang ada di sekitar Gunung tersebut.
Menurut Sari, dengan melihat kondisi dan aktivitas Gunung Merapi yang saat ini, memungkinkan adanya ancaman letusan parosiskmal yang merupakan letusan klimaks dari gunung api.
"Letusan parosiskmal adalah letusan klimaks dari aktivitas gunung api yang akan mengeluarkan seluruh isi di dalam gunung api tersebut yang ditandai dengan magma yang keluar dari perut gunung, tekanan dan energi yang cukup tinggi di sekitar gunung tersebut dan diikuti dengan longsoran bagian gunung api tersebut," katanya.
Sementara itu, Sari juga mengatakan jika sebagian besar gunung api di Indonesia berada pada satu kawasan tata tektona yang sama sehingga mempengaruhi keaktifan antargunung api.
"Jika salah satu gunung api ada yang aktif maka akan mempengaruhi gunung api lainnya juga akan aktif, karena kondisi gunung api di Indonesia berada di tata kawasan tektona yang sama," katanya.
Namun, ia berharap dan menghimbau kepada masyarakat, khususnnya masyarakat di Yogyakarta untuk tetap menjauh dari kawasan puncak Gunung Merapi sesuai dengan komando dari pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait.
"Aktivitas Gunung Merapi yang terpantau sejak Sabtu dini hari masih menunjukkan tingginya luncuran awan panas yang berentetan tanpa henti. Hal ini menandakan Gunung Merapi masih berbahaya dan tetap pada status awas," katanya.
Ia mengatakan jika cuaca cerah dan air sedikit surut, bukan berarti warga diizinkan berdekatan dengan sungai, apalagi yang berhulu di Gunung Merapi. Ancaman banjir lahar dan awan panas masih belum dinyatakan berhenti dan masyarakat harus tetap waspada, termasuk saat cuaca ekstrem seperti hujan deras.
Ia meminta warga mengosongkan aktivitas di alur sungai sektor tenggara, selatan, barat daya, barat, dan barat laut dalam jarak 20 kilometer dari puncak Gunung Merapi, yakni Kali Woro, Kali Gendol, Kali Kuning, Kali Boyong, Kali Bedog, Kali Krasak, Kali Bebeng, Kali Sat, Kali Lamat, Kali Senowo, Kali Trising, dan Kali Apu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar